Mengenai Saya

Foto saya
Tweet and blog too much. Heart movies, novels, and English Literature. In relationship w/ homework.

Grey Guy - Prolog


Siang itu, aku keluar rumah walau matahari terik bersinar. Langkah kakiku pelan seakan ragu. Tapi langkah terus berlanjut dan tak lama berhenti di depan pagar sebuah rumah.
Itu bukanlah hal yang dapat menghalangi diriku. Buktinya aku sudah di depan pintu. Mengetuk pelan dan tak ada jawaban yang pasti. Samar-samar aku mendengar suara benda entah piring atau benda lain yang mudah pecah dibanting diiringi teriakan dan makian yang sangat kasar.
Ditengah suasana yang jelas tidak enak didengar itu, pintu terbuka dan dia ada disana. Raut mukanya seperti pecahan piring, hancur dan tentu berantakan. namun, dalam sekejap berubah saat tahu aku datang. Aku bagai lem bagianya. retakan di wajahnya menyatu dan membentuk sebuah senyuman.
" Masuk."
Tangannya menarikku lembut tanpa menunggu jawabanku terlebih dahulu. Kini dia merangkul pundakky, membimbingku masuk lebih dalam ke 'istana' kecilnya itu. Dalam sekali bagaikan rumah sendiri. Aku sendiri sudah terbiasa. Tak hanya sekali ini aku mampir.
Ruang tamu sudah terlewati, kami sekarang sedang melintasi ruang keluarga yang luas. Tak ada yang berubah kecuali guci-guci mahal yang tiba-tiba menjadi pecahan dan memenuhi lantai.
Makian itu kembali terdengar saat separuh tangga telah kami naiki. Kali ini lebih panas karena sebuah nama mencuat. Itu bukan nama salah satu pasangan yang sedang berseteru. Itu juga bukan nama orang yang ada disampingku dan jelas bukan namaku.
Dia menaiki sisa anak tangga lebih cepat saat suara benda pecah mulai terdengar. Aku mengerti dan melakukan hal yang sama. Rangkulannya makin erat saja.
Seperti sebuah kebiasaan, kami langsung menuju ruangan paling ujung dengan pencahayaan yang kurang. Sedihnya, suara pertengkaran itu tetap terdengar jelas begitu pintu sudah tertutup.
Dia terduduk lemas, memegangi kepala dengan kedua tangannya dan tampak kesakitan seakan dia itu adalah guci yang dibanting dibawah. Tapi dengan hanya mendengarnyapun sebenarnya dia sudah hancur berkeping-keping. Itu sudah terjadi sejak dulu.
Lalu aku mulai mendekatinya, berusaha menyusun dia kembali biarpun aku bukan lem super. Itu berhasil walaupun garis sambungannya terlihat sangat jelas. Dia tampak sedikit terhibur.
Dada bidangnya memeluk diriku yang juga bidang. Semua semakin terasa salah, saat bibirnya menemukan pelabuhannya dibibirku.
Lalu kami tenggelam.

* tulisan ini pernah dipost di Notes Facebook 1 Mei 2009
Share:

Posting Komentar

Designed by OddThemes | Distributed by Blogger Themes